Kamis, 28 Maret 2013

Ayah, Setiap Detik Rasa Sakit Itu Menggugurkan Dosamu



Sejak dulu memang, ketika aku bersahabat dengan seseorang, maka aku akan begitu dekat dengan orang tua mereka. Sejujurnya, keluargaku bukanlah keluarga yang romantis layaknya keluarga teman-temanku. Tak ada panggilan mesra dengan sebutan, “hay anakku..” dengan membelai kasih kepala sang anak. Hal sederhana yang begitu indah itu telah diteladankan oleh shahabat nabi.

Suatu ketika ada bocah laki-laki berusia tujuh tahun, berkeliling kampung dan berkata dengan lantangnya, “Mana Khalifah Umar, aku ingin bicara.” Melihat anak itu, penduduk gusar dan bertanya-tanya siapa dia seraya khawatir dengan reaksi Umar.
Khalifah yang kebetulan lewat dan mendengar, langsung menghampiri bocah itu. Ketika berhadap-hadapan, si bocah harus mendongakkan kepalanya tinggi-tinggi demi menatap Umar. Seketika dua garis bibir Umar terangkat, tersenyum cerah dan ia segera menyamakan posisi tubuhnya sejajar dengan bocah itu. Sambil membelai kepala si bocah, Umar bertanya santun, tanpa kesal sedikit pun. “Apa keperluanmu pejuang Allah?”

 
 Dulu, sempat aku marah, mengapa tak demikian orang tuaku. Tetapi kedewasaan menyadarkan bahwa itulah orang tuaku, cinta mereka tak tersalurkan sama, tetapi mereka begitu cinta. Karena itu, dekat dengan keluarga para sahabatku adalah salah satu hal yang terindah. Ahhh aku jadi rindu orang tua sahabat-sahabatku semasa sekolah. Semoga mereka selalu dalam naungan kasih sayangNYA.
Hari ini, aku bersama dengan beberapa teman, mengunjungi ayah dari seorang sahabat yang sedang terbaring sakit karena gagal ginjal. Iya. Seorang sahabat. Yang entah mengapa, kini kami terasa begitu jauh. Sama sekali bukan jarak yang membuat kita tak lagi dekat, melainkan keadaan.

Begitu berliku kisahku merajut ukhuwah bersamanya. Semasa berjuang bersama disebuah organisasi, perbedaan pendapat selalu terjadi pada kami, dari hal kecil yang sederhana hingga masalah terbesar sekalipun. Hal-hal itu yang menempa kami hingga kami menyadari bahwa di dalam ukhuwah tentu akan ada hal demikian, hanya saja, sikap kitalah yang menjadi penentu, apakah kita membiarkan selalu berlalu buruk, atau justru membuat ukhuwah ini semakin kokoh. Kami menyadari, yang kedua-lah yang terbaik. Membuatnya kokoh. 

Aku pernah mengunjungi rumahnya beberapa kali untuk urusan organisasi. Saat itulah untuk pertama kali aku bertegur sapa dengan kedua orang tuanya. Seorang ibu yang cantik dengan kelemah lembutan sapa. Seorang ayah yang begitu hangat kepadaku ketika itu, sebagai teman sang anak. Sungguh jauh berbeda dengan anaknya. Yang selalu membuatku marah dalam segala hal. Hehehe...

Entah kenapa anaknya selalu membuat aku jengkel, sampai pada suatu permasalahan yang membuatku marah padanya hingga aku tak mampu memberikan maaf, benar-benar marah, hati pun terasa sakit. Tetapi seketika rasa itupun hilang karena tiba-tiba teringat kedua orang tuanya. Sedikitpun tak lagi aku marah. Bagiku sungguh luar biasa. Kedua orang tuanya yang tak pernah berbincang lama denganku itu mampu meredamkan amarahku. Karena bagiku, keduanya adalah orang tua yang sangat hebat, masih dengan kelembutan mampu menghadapi anaknya yang sangat menjengkelkan. 

Sampai saat ini, masih kuingat paras cantik sang ibu berdiri disamping ranjang suami siang tadi. Wajah teduhnya meluluhkan hatiku. Sudah lama aku ingin memeluknya, mengucapkan terima kasih padanya karena menghadirkan sang anak yang mampu membuatku belajar sabar, ingin mengucapkan terima kasih padanya karena telah menjadi ibu yang luar biasa untuknya. 

Ibu meminta kami untuk membaca surah Al Fatihah secara bersama untuk kesembuhan sang ayah. Saling menunjuk kami karena tak satupun mau memimpin doa. Padahal sungguh dalam hati aku ingin mengajak mereka berdoa untuk kesembuhan sang ayah. Sebuah doa yang nabi contohkan saat menjenguk orang yang sakit.

 اللّهُمَّ رَبَّ النَّاسِ اَذْهِبِ الْبَأْسَ اشْفِ فَأَنْتَ الشَّافيِ لاَ شِفَاءَ إِلاَّ شِفَاؤُكَ شِفَاءً لاَ يُغَادِرُ سَقَماً

“Ya Allah Wahai Tuhan segala manusia, hilangkanlah penyakitnya, sembukanlah ia. (hanya) Engkaulah yang dapat menyembuhkannya, tidak ada kesembuhan melainkan kesembuhan dariMu, kesembuhan yang tidak kambuh lagi.” ( HR. Bukhori Muslim)


Kudengar kekhusukan doa sang ibu, kulihat tengadah tangan sang ayah dalam mengamini setiap doa. Sekuat tenaga kutahan air mata agar tak jatuh. Oh Allah... mereka juga kedua orang tuaku, kasihanilah mereka. Ingin kusampaikan pada lelaki yang sedang berbaring dengan wajah penuh senyum itu...

“Ayah.. jika aku berada diposisimu, mungkin aku tak sesabar engkau yang masih menguntai senyum untuk kami. Sungguh setiap detik sakit yang kau rasakan, akan Allah gantikan dengan gugurnya dosa-dosamu.”

Teringat kesan pertama ku bertemu beliau. Ahhh.. sungguh tak terlupakan. Aku merasa dekat dengan kebaikan yang ia berikan. Mungkin biasa bagi orang, tapi bermakna bagiku. Entah mengapa. Mungkin karena kekuatan ukhuwah sesama muslim yang begitu luar biasa.

Sebuah pepatah bijak menyatakan: “Seringkali seorang sahabat lebih dicintai daripada saudara kandung sendiri.”
Atau ini,


Ibnul-Mu’taz berkata: “Orang yang dekat terasa jauh karena permusuhan, sementara
orang yang jauh terasa dekat karena cinta dan kasih sayang.”

Iya, mungkin ini terjalin karena adanya rasa cinta dan kasih sayang yang Allah tumbuhkan dalam hati. Begitu aku mencintai mereka tanpa mereka mengetahui. Tak harus mereka mengerti bahwa sebenarnya disini ada seorang anak yang selalu mendoakan mereka layaknya kepada orang tua sendiri. Nikmatnya rasa cinta ini berlandas ukhuwah karenaNYA.

Semoga Allah memberi sang ayah kesabaran dan kesembuhan atas sakitnya, dan semoga rasa cinta dalam hati ini terpelihara bahkan akan selalu bertambah-tambah untuk mereka. Love you as I love my parents too. ^_^



Jumat, 22 Maret 2013

Mulai Menghafal Al Qur'an Dari Diri Sendiri. One Day One Ayat



Menghafal Al Qur’an merupakan hal yang tidak umum di kalangan masyarakat indonesia karena memang salah satu kultur budaya yang membuat itu jadi hal yang tidak perlu menjadi kebiasaan. Sungguh sayang karena memang mayoritas penduduk Indonesia memeluk agama islam. 

Beberapa hari yang lalu, salah seorang teman mengajakku untuk menghadiri sebuah acara. Saat itu aku benar-benar tidak mengetahui acara apa yang akan aku hadiri. Dengan kondisi sakit gigi graham yang tumbuh secara tidak menentu, aku memutuskan untuk membatalkan kehadiran dengan  mengirim sms padanya. Dengan penuh kesedihan, temanku membalas bahwa dia sangat-sangat ingin datang, tetapi dia tidak tahu lingkungan Surabaya. Baiklah, aku putuskan untuk memaksakan diri hadir di acara besok. 

Semoga acaranya bermanfaat dan dihitung Allah sebagai sebuah kebaikan dalam menghadiri acara tersebut.
Sesampainya di sana, di sebuah Hall salah satu mall di surabaya, terpampang jelas background panggung yang bertuliskan PPPA Daarul Qur’an. Ahh.. seingatku itu adalah nama sebuah organisasi yang identik dengan Ust. Yusuf Mansyur. Sepertinya beliau pemimpinnya. Entahlah, aku tunggu acaranya mulai saja. 

Acara utama belum mulai, ada seorang lelaki yang mulai melakukan pembicaraan sambil menunggu pembicara utamanya datang. Lelaki tersebut membahas tentang hebatnya bershalawat dan seterusnya. Datanglah seorang nenek dan meminta duduk di sebelahku. Dengan ramah ia tersenyum. Aku balas senyuman itu dengan senyuman terbaikku. Eaa... ^_^

Iseng aku mencoba melirik buletin yang sedang beliau baca.  Judul artikel itu “Sudah Cerdaskah Kita dalam Menghafal Al Qur’an?”. Hemm.. mengagetkanku beliau tiba-tiba bertanya, “mbak, kira-kira kita sudah cukup cerdas tidak ya dalam menghafal Al Qur’an?”. Deg... seketika aku bingung dalam memberikan jawaban, dan orang itu kembali berucap, “setidaknya sehari satu halaman..” sambil mengangguk-ngangguk beliau kembali melanjutkan membaca. Lha, sebenarnya ini tadi pertanyaan atau pernyataan yaaa?? Ahhh.. lepas dari itu semua, nenek tadi berhasil membuatku berpikir dalam. Betapa malunya aku, di usia yang masih muda pun tak terbersit dalam pikiran untuk menghafal Al Qur’an selembar satu hari. Satu ayat pun jarang aku lakukan. 

Ahhh.. betapa hebatnya nenek ini. Bagiku, beliau adalah seorang tua yang berkualitas. Bertanya sendiri, akankah hari tuaku nanti aku akan menjadi seorang nenek yang berkualitas juga? Ahhh.. sungguh aku berpikir. 

Di sela acara, panitia memutarkan kami sebuah video dari ust. Yusuf Mansyur. Dalam video tersebut ustad Yusuf menyampaikan bahwa menghafal Al Qur’an itu sebenarnya mudah, hanya saja orang-orang tidak ataupun jarang mau memulainya. Mencoba memulai dari diri sendiri. Satu hari satu ayat. Ustad Yusuf memandu audience untuk membaca satu ayat Al Qur’an. Q.S Al Baqarah ayat 1, “ Alif Laam Miim,,”. Sudah, itu satu ayat. Hari itu kita cukup menghafal itu saja. Alif Laam Miim.. , baiklah, ini mudah saudara. 

Video itu tiba-tiba di cut panitia karena pembicara utama telah datang. Terlihat seperti sepasang suami istri dengan tiga orang anak yang masih kecil. Sepertinya orang arab. Kemudian panitia memperkenalkan bahwa beliau adalah Dr. Kamil beserta istri dan tiga orang anaknya; Tabarok 9 tahun, Yazeed 7 tahun dan Zaena 5 tahun. Mereka datang dari Mesir. Mereka mengisahkan tentang ketiga anaknya itu yang telah menghafal Al Qur’an di usia 4,5 tahun. Hahhh? 4,5 tahun? Saya sekarang usia 21 tahun loh ini.. (pamer usia, haha).

Acara berlangsung secara menakjubkan. Dr. Kamil dan istri mengisahkan tentang anak-anaknya. Bagaimana mereka mendidik anak-anaknya sehingga menjadi hafidz dan hafidzh di usia belia. Panitia pun mempersilahkan audience untuk mengetes ketiga anak tersebut dengan membacakan sepetik ayat Al Qur’an secara acak kemudian akan diteruskan oleh ketiga anak itu secara bergantian. Subhanallah.. sangat menakjubkan. Sungguh air mata mendesak untuk jatuh melihat pemandangan yang luar biasa ini. 

Sepulang dari acara, kembali aku berpikir, mengintrospeksi diri. Sungguh jauh aku dari kebaikan, ketakwaan, kedekatanku kepada Tuhan. Malu nggak sih dengan ketiga anak itu, malu juga sama nenek tadi. Ahhhh... bagaimana aku ini. Aku segera memulai dari diri sendiri. Yah. Setidaknya, satu hari satu ayat. Salah satu bagian  dari bentuk upayaku memperbaiki diri agar menjadi manusia yang lebih baik dihadapan Tuhan, agar menjadi orang yang berkualitas nanti, yang akan bermanfaat untuk sesamaku, dan akan bermanfaat untuk generasi penerusku. Dengan mengajarkan anak-anakku Al Qur’an agar tumbuh hebat layaknya Tabarok, Yazeed dan Zaena.

Rabu, 20 Maret 2013

Ada Mertua Idaman dalam Film Bollywood VIVAH dan TWILIGHT



Bicara tentang mertua maka kesan orang tua menyeramkan akan tersemat dalam pikiran usia dewasa yang rindu akan pernikahan. Mengapa ini bisa terjadi? Mungkin karena ini sudah terkesan sejak lama akibat banyaknya kisah-kisah dalam sinetron ataupun siaran tv lainnya yang selalu mengkarakterkan ibu mertua yang tak sayang anak menantu karena memang terlalu sayang dengan anaknya sehingga rasa cemburu pada menantu jadi ada, anak menantu yang tak sesuai selera mertua, dst. Tentu saja ini akan meresahkan hati dan pikiran remaja yang beranjak dewasa mengenai kesan mertua di masa yang akan datang, seperti saya contohnya. Huhuhueee...

Semoga pemikiran seperti itu tak lagi ada pada benak para pemuda karena sebenarnya orang tua mertua itu tidak semenyeramkan yang sudah-sudah. Bener deh. Kenapa saya bisa seyakin ini padahal saya juga belum memiliki mertua, eaa... 

Sebenarnya yang menjadi dasar utama dalam kasus ini adalah masalah pemikiran yang sudah terpatri bahwa mertua itu seram, judes atau bahkan kejam (maaf, kata terakhir sepertinya berlebihan, hehe). Maka kita harus mengubah pola pikir seperti itu. Karena semua hal yang positif akan berdampak positif juga. Jadi, kita harus berpandangan positif tentang kesan mertua. Bahwa mertua juga orang tua kita yang tentunya sama mencintai layaknya orang tua sendiri. Hal ini juga ditegaskan dalam sebuah hadist. 

Rasulullah saw bersabda : ”Antara dosa-dosa besar adalah seorang anak yang menghina kedua orang tuanya.” Para sahabat bertanya: Apakah ada orang yang mencela ibu bapanya sendiri? Nabi bersabda: Ya, apabila seseorang menghina ayah orang lain maka sama seperti dia menghina ayahnya sendiri. Dan seseorang yang menghina ibu orang lain sama seperti dia menghina ibunya sendiri.” (Hadis riwayat Imam Al-Bukhari dan Muslim)

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kita tak hanya harus berbuat baik kepada orang tua kita sendiri tetapi juga harus berbuat baik kepada orang tua lainnya, apalagi orang tua suami kita. 

Jika kebanyakan kisah-kisah sinetron ataupun film banyak menyajikan hubungan yang tidak mesra antara mertua dan anak menantunya, kali ini saya ingin menunjukkan kisah luar biasa orang tua mertua dengan anak menantunya. 

Pertama, kisah ini datang dari film barat yang memiliki banyak penggemar dikalangan remaja dan dewasa. Twilight Saga. Yahhhh... sangat populer kan film ini. Dikisahkan Bella Swan yang menikah dengan Edward Cullen yang berasal dari kaum vampir. Karena pernikahan perbedaan asal ini membuat keluarga Cullen mendapat ancaman dari hukum tertinggi kaum vampir serta banyaknya musuh dari kalangan vampir lainnya karena pernikahan antara manusia dan vampir ini. 

Yang mengejutkan bagiku adalah karena seluruh keluarga Cullen sangat menyayangi Bella dan mengganggap Bella seperti anaknya sendiri.
Dalam kutipan disalah satu sekuel film tersebut, ibunda Edward (ibu mertua Bella) memberikan testimonial saat pesta pernikahan mereka : “ I’d like to thank Renee and Charlie for bringing such a wonderful person into the world and into our life. We will care and protect her forever.”
(Saya ingin mengucapkan terima kasih kepada Renee dan Charlie untuk membawa membawa orang yang luar biasa ke dunia dan ke dalam kehidupan kita. Kami akan peduli dan melindunginya selamanya)

Aiihhh... gimana rasanya kalo ibu mertua kita berucap demikian. Sungguh hal yang luar biasa kan...
Dalam film ini juga sering sekali ditekankan dengan kalimat-kalimat sayang terhadap anak menantu. Disuatu adegan ayah Edward pernah menyampaikan : “ Bella telah menjadi bagian dari keluarga kami”. Ini menunjukkan bahwa di dalam sebuah pernikahan maka tidak hanya dua orang saja yang dipertemukan, tetapi kedua keluarga besar disatukan menjadi sebuah keluarga. Maka silaturahim ini aka menjadi lebih indah diantara kedua keluarga.


Kedua, sebuah kisah yang datang dari film Bollywood. Film yang diproduksi tahun 2006 ini berjudul Vivah. Yang mengisahkan Poonam, seorang gadis desa yang tinggal bersama keluarga pamannya karena orang tuanya telah meninggal. Poonam sangat dibenci oleh bibinya karena kecantikannya yang melebihi anaknya sendiri. 


Sampai pada perjodohan Poonam dengan lelaki kaya dari kota. Singkat cerita, keluarga kaya Prem sama sekali tidak merendahkan keluarga Poonam karena perbedaan strata yang sangat mencolok, justru keluarga Prem mengganggap Poonam seperti anaknya sendiri. Hingga sampai pada pernikahan mereka, terdapat musibah yang menimpa keluarga Poonam. Poonam mengalami kecelakaan berupa luka bakar karena kebakaran rumah. 

Apa tanggapan keluarga Prem mengenai kecelakaan ini? Ayah Prem mengatakan kepada paman Poonam bahwa ini adalah cobaan mereka bersama, bukan cobaan keluarga Poonam saja. Ini adalah duka anak kita berdua, bukan duka anak anda saja. 

Sungguh luar biasa kisah film ini. Untuk lebih lengkapnya silahkan nonton filmnya. insyaAllah banyak yang bisa diambil sebagai hikmah. 

Semoga kita mampu menjadi anak yang bijak dalam menilai kelurga mertua, bahwa orang tua mertua berhak menerima perlakuan baik layaknya perlakuan anak terhadap orang tua kandung sendiri dan begitu sebaliknya.

Setidaknya dengan berpikiran demikian maka kita satu langkah lebih baik menuju pernikahan karena telah memahami akan pentingnya berbakti pada orang tua mertua. Semua akan indah jika didasarkan ilmu dan tujuan menggapai ridhoNYA.... 

Kecup mesra untuk orang tua mertuaku kelak... love you as I love my parents because of Allah.. ^_^

Kamis, 07 Maret 2013

PJKA versus (dan) Warga



Kali ini aku pengen berbagi cerita tentang PJKA (Perusahaan Jawatan Kereta Api) dan warga sekitar jalan rel kereta api. Kebetulan rumahku berdekatan sekali dengan rel kereta, kira-kira sekitar 8-10 meter. Aku tinggal di rumah ini hampir seusiaku, 21 tahun. 

Beberapa waktu terakhir ini tersebar berita dari telinga ke telinga. Dikabarkan PJKA akan membangun rel lagi di kawasan ini. Jadi, relnya ada dua jalur. Sebenarnya, kabar seperti ini bukanlah kabar baru, berita semacam ini sudah terlalu sering beredar sejak lama, bahkan sejak pertama kali orang tuaku membangun rumah. Karena itu hanya akan menjadi berita angin lalu, yang hanya terdengar oleh telinga warga, kemudian tak dihiraukan. 

Kali ini, berita yang satu ini cukup membuat warga sedikit deg-degan. Karena benar saja, seluruh rumah yang berada paling dekat dengan rel kereta telah menerima surat resmi dari PJKA yang mensuratkan bahwa akan terjadi penggusuran di area rel kereta. 

Itu surat beneran resmi. Seluruh warga mulai membicarakannya berulang-ulang. Para ketua RW mulai bingung menyusun rapat warga. Tentu saja merapatkan penggusuran ini. Yang lebih ekstrim lagi, ada warga sekitar rel kereta yang melakukan aksi. Aksi menutup jalan rel ketera api dengan menjejer-jejerkan puluhan becak di tengah-tengah rel. Wahh.. nggak habis pikir, santai banget gitu mereka diatas becak sana. Benar-benar penyaluran aspirasi yang ekstrim. Bayangin aja, kalo tiba-tiba ada kereta lewat dan masinisnya nggak bisa ngerem secara tiba-tiba, apa nggak mati semua tuh orang-orang. 

Bersyukur karena orang tuaku menyadari jika ini harus terjadi maka kita sekeluarga akan pindah rumah. Karena keluarga kami menyadari bahwa ini adalah hak mereka bukan hak kami. Lega banget dengerin sikap apa yang harus diambil oleh keluarga. 

Besoknya, di kampung udah mulai ramai banget, denger-denger sih para warga akan melakukan aksi demo di depan kantor DPRD surabaya untuk menolak adanya penggusuran. Lha??? Kenapa sampai segitunya ya... 

Hmm.. kalo menurut aku sih, tidak perlu warga harus melakukan itu. Karena apa?? Mereka (para warga) harus menyadari bahwa tanah yang mereka dirikan rumah itu adalah milik PJKA. Ibaratnya, kalo kamu minjem barang ke orang lain lalu beberapa waktu kemudian si pemilik barang minta barangnya kembali, maka kamu harus mengembalikannya kan. Begitu pula dengan kasus ini. 

Evaluasi kesadaran ini tentu saja akan menjadi bijak apabila dilakukan oleh kedua belah pihak. Untuk PJKA sendiri lebih baik melakukan keputusan resmi mengenai kepemilikan tanah. Misalkan saja jika memang kebijakan tanah PJKA adalah 14 meter dari tengah rel kereta, maka segera lalukan pembersihan diseluruh jalur kereta dimanapun itu. Berikan tanda kepemilikan, dengan plang mungkin, bertuliskan tanah kepemilikan adalah milik PJKA. Karena sepengetahuanku plang-plang yang bertuliskan kepemilikan tanah itu hanya kecil, yang mudah dipindah ataupun dimusnahkan oleh warga. Sekalian, bikin aja yang gedhe, pake beton kalo perlu. Lakukan pengecekan rutin setiap satu atau dua bulan sekali biar nggak ada bangunan liar. Dengan begini, maka yang diuntungkan adalah kedua belah pihak. 

Semoga para warga pun menyadari akan hal ini, jika memang bukan hak kita, maka kita harus mengembalikannya kepada sang pemilik. Dan semoga PJKA juga semakin bijak dalam menyikapi hal seperti ini sehingga tak perlu lagi warga harus memerangi PJKA karena masalah kepemilikan. Dan kita tentu saja harus saling mendukung program-program PJKA yang juga merupakan program pelayanan masyarakat dibidang transportasi kereta api. Tak lagi PJKA versus Warga tetapi PJKA dan Warga yang saling mendukung satu sama lain. Lebih indah kan... ^_^