Sejak dulu memang, ketika aku
bersahabat dengan seseorang, maka aku akan begitu dekat dengan orang tua
mereka. Sejujurnya, keluargaku bukanlah keluarga yang romantis layaknya
keluarga teman-temanku. Tak ada panggilan mesra dengan sebutan, “hay anakku..” dengan membelai kasih
kepala sang anak. Hal sederhana yang begitu indah itu telah diteladankan oleh
shahabat nabi.
Suatu ketika ada bocah laki-laki berusia tujuh tahun, berkeliling
kampung dan berkata dengan lantangnya, “Mana Khalifah Umar, aku ingin bicara.”
Melihat anak itu, penduduk gusar dan bertanya-tanya siapa dia seraya khawatir
dengan reaksi Umar.
Khalifah yang kebetulan lewat dan mendengar, langsung menghampiri
bocah itu. Ketika berhadap-hadapan, si bocah harus mendongakkan kepalanya
tinggi-tinggi demi menatap Umar. Seketika dua garis bibir Umar terangkat,
tersenyum cerah dan ia segera menyamakan posisi tubuhnya sejajar dengan bocah
itu. Sambil membelai kepala si bocah, Umar bertanya santun, tanpa kesal sedikit
pun. “Apa keperluanmu pejuang Allah?”
Dulu, sempat aku marah, mengapa tak demikian
orang tuaku. Tetapi kedewasaan menyadarkan bahwa itulah orang tuaku, cinta
mereka tak tersalurkan sama, tetapi mereka begitu cinta. Karena itu, dekat
dengan keluarga para sahabatku adalah salah satu hal yang terindah. Ahhh aku
jadi rindu orang tua sahabat-sahabatku semasa sekolah. Semoga mereka selalu
dalam naungan kasih sayangNYA.
Hari ini, aku bersama dengan
beberapa teman, mengunjungi ayah dari seorang sahabat yang sedang terbaring
sakit karena gagal ginjal. Iya. Seorang sahabat. Yang entah mengapa, kini kami
terasa begitu jauh. Sama sekali bukan jarak yang membuat kita tak lagi dekat,
melainkan keadaan.
Begitu berliku kisahku merajut
ukhuwah bersamanya. Semasa berjuang bersama disebuah organisasi, perbedaan
pendapat selalu terjadi pada kami, dari hal kecil yang sederhana hingga masalah
terbesar sekalipun. Hal-hal itu yang menempa kami hingga kami menyadari bahwa
di dalam ukhuwah tentu akan ada hal demikian, hanya saja, sikap kitalah yang
menjadi penentu, apakah kita membiarkan selalu berlalu buruk, atau justru
membuat ukhuwah ini semakin kokoh. Kami menyadari, yang kedua-lah yang terbaik.
Membuatnya kokoh.
Aku pernah mengunjungi rumahnya
beberapa kali untuk urusan organisasi. Saat itulah untuk pertama kali aku
bertegur sapa dengan kedua orang tuanya. Seorang ibu yang cantik dengan kelemah
lembutan sapa. Seorang ayah yang begitu hangat kepadaku ketika itu, sebagai
teman sang anak. Sungguh jauh berbeda dengan anaknya. Yang selalu membuatku
marah dalam segala hal. Hehehe...
Entah kenapa anaknya selalu
membuat aku jengkel, sampai pada suatu permasalahan yang membuatku marah
padanya hingga aku tak mampu memberikan maaf, benar-benar marah, hati pun
terasa sakit. Tetapi seketika rasa itupun hilang karena tiba-tiba teringat
kedua orang tuanya. Sedikitpun tak lagi aku marah. Bagiku sungguh luar biasa.
Kedua orang tuanya yang tak pernah berbincang lama denganku itu mampu
meredamkan amarahku. Karena bagiku, keduanya adalah orang tua yang sangat
hebat, masih dengan kelembutan mampu menghadapi anaknya yang sangat
menjengkelkan.
Sampai saat ini, masih kuingat
paras cantik sang ibu berdiri disamping ranjang suami siang tadi. Wajah
teduhnya meluluhkan hatiku. Sudah lama aku ingin memeluknya, mengucapkan terima
kasih padanya karena menghadirkan sang anak yang mampu membuatku belajar sabar,
ingin mengucapkan terima kasih padanya karena telah menjadi ibu yang luar biasa
untuknya.
Ibu meminta kami untuk membaca
surah Al Fatihah secara bersama untuk kesembuhan sang ayah. Saling menunjuk
kami karena tak satupun mau memimpin doa. Padahal sungguh dalam hati aku ingin
mengajak mereka berdoa untuk kesembuhan sang ayah. Sebuah doa yang nabi
contohkan saat menjenguk orang yang sakit.
اللّهُمَّ رَبَّ النَّاسِ اَذْهِبِ الْبَأْسَ اشْفِ فَأَنْتَ الشَّافيِ
لاَ شِفَاءَ إِلاَّ شِفَاؤُكَ شِفَاءً لاَ يُغَادِرُ سَقَماً
“Ya Allah Wahai Tuhan segala manusia, hilangkanlah penyakitnya, sembukanlah
ia. (hanya) Engkaulah yang dapat menyembuhkannya, tidak ada kesembuhan
melainkan kesembuhan dariMu, kesembuhan yang tidak kambuh lagi.” ( HR.
Bukhori Muslim)
Kudengar kekhusukan doa sang ibu,
kulihat tengadah tangan sang ayah dalam mengamini setiap doa. Sekuat tenaga
kutahan air mata agar tak jatuh. Oh Allah... mereka juga kedua orang tuaku,
kasihanilah mereka. Ingin kusampaikan pada lelaki yang sedang berbaring dengan
wajah penuh senyum itu...
“Ayah.. jika aku berada diposisimu, mungkin
aku tak sesabar engkau yang masih menguntai senyum untuk kami. Sungguh setiap
detik sakit yang kau rasakan, akan Allah gantikan dengan gugurnya dosa-dosamu.”
Teringat kesan pertama ku bertemu
beliau. Ahhh.. sungguh tak terlupakan. Aku merasa dekat dengan kebaikan yang ia
berikan. Mungkin biasa bagi orang, tapi bermakna bagiku. Entah mengapa. Mungkin
karena kekuatan ukhuwah sesama muslim yang begitu luar biasa.
Sebuah pepatah bijak menyatakan:
“Seringkali seorang sahabat lebih dicintai daripada saudara kandung sendiri.”
Atau ini,
Ibnul-Mu’taz berkata: “Orang yang dekat terasa jauh karena permusuhan, sementara
orang yang jauh terasa dekat karena cinta dan kasih sayang.”
Iya, mungkin ini terjalin karena adanya rasa cinta dan kasih sayang yang
Allah tumbuhkan dalam hati. Begitu aku mencintai mereka tanpa mereka
mengetahui. Tak harus mereka mengerti bahwa sebenarnya disini ada seorang anak
yang selalu mendoakan mereka layaknya kepada orang tua sendiri. Nikmatnya rasa
cinta ini berlandas ukhuwah karenaNYA.
Semoga Allah memberi sang ayah kesabaran dan kesembuhan atas sakitnya,
dan semoga rasa cinta dalam hati ini terpelihara bahkan akan selalu
bertambah-tambah untuk mereka. Love you as I love my parents too. ^_^