Kali ini aku pengen berbagi cerita
tentang PJKA (Perusahaan Jawatan Kereta Api) dan warga sekitar jalan rel kereta
api. Kebetulan rumahku berdekatan sekali dengan rel kereta, kira-kira sekitar
8-10 meter. Aku tinggal di rumah ini hampir seusiaku, 21 tahun.
Beberapa waktu terakhir ini
tersebar berita dari telinga ke telinga. Dikabarkan PJKA akan membangun rel
lagi di kawasan ini. Jadi, relnya ada dua jalur. Sebenarnya, kabar seperti ini
bukanlah kabar baru, berita semacam ini sudah terlalu sering beredar sejak
lama, bahkan sejak pertama kali orang tuaku membangun rumah. Karena itu hanya
akan menjadi berita angin lalu, yang hanya terdengar oleh telinga warga,
kemudian tak dihiraukan.
Kali ini, berita yang satu ini
cukup membuat warga sedikit deg-degan. Karena benar saja, seluruh rumah yang
berada paling dekat dengan rel kereta telah menerima surat resmi dari PJKA yang
mensuratkan bahwa akan terjadi penggusuran di area rel kereta.
Itu surat beneran resmi. Seluruh warga
mulai membicarakannya berulang-ulang. Para ketua RW mulai bingung menyusun
rapat warga. Tentu saja merapatkan penggusuran ini. Yang lebih ekstrim lagi,
ada warga sekitar rel kereta yang melakukan aksi. Aksi menutup jalan rel ketera
api dengan menjejer-jejerkan puluhan becak di tengah-tengah rel. Wahh.. nggak
habis pikir, santai banget gitu mereka diatas becak sana. Benar-benar
penyaluran aspirasi yang ekstrim. Bayangin aja, kalo tiba-tiba ada kereta lewat
dan masinisnya nggak bisa ngerem secara tiba-tiba, apa nggak mati semua tuh
orang-orang.
Bersyukur karena orang tuaku
menyadari jika ini harus terjadi maka kita sekeluarga akan pindah rumah. Karena
keluarga kami menyadari bahwa ini adalah hak mereka bukan hak kami. Lega banget
dengerin sikap apa yang harus diambil oleh keluarga.
Besoknya, di kampung udah mulai
ramai banget, denger-denger sih para warga akan melakukan aksi demo di depan
kantor DPRD surabaya untuk menolak adanya penggusuran. Lha??? Kenapa sampai
segitunya ya...
Hmm.. kalo menurut aku sih, tidak
perlu warga harus melakukan itu. Karena apa?? Mereka (para warga) harus menyadari
bahwa tanah yang mereka dirikan rumah itu adalah milik PJKA. Ibaratnya, kalo
kamu minjem barang ke orang lain lalu beberapa waktu kemudian si pemilik barang
minta barangnya kembali, maka kamu harus mengembalikannya kan. Begitu pula
dengan kasus ini.
Evaluasi kesadaran ini tentu saja
akan menjadi bijak apabila dilakukan oleh kedua belah pihak. Untuk PJKA sendiri
lebih baik melakukan keputusan resmi mengenai kepemilikan tanah. Misalkan saja
jika memang kebijakan tanah PJKA adalah 14 meter dari tengah rel kereta, maka
segera lalukan pembersihan diseluruh jalur kereta dimanapun itu. Berikan tanda
kepemilikan, dengan plang mungkin, bertuliskan tanah kepemilikan adalah milik
PJKA. Karena sepengetahuanku plang-plang yang bertuliskan kepemilikan tanah itu
hanya kecil, yang mudah dipindah ataupun dimusnahkan oleh warga. Sekalian,
bikin aja yang gedhe, pake beton kalo perlu. Lakukan pengecekan rutin setiap
satu atau dua bulan sekali biar nggak ada bangunan liar. Dengan begini, maka
yang diuntungkan adalah kedua belah pihak.
Semoga para warga pun menyadari
akan hal ini, jika memang bukan hak kita, maka kita harus mengembalikannya
kepada sang pemilik. Dan semoga PJKA juga semakin bijak dalam menyikapi hal
seperti ini sehingga tak perlu lagi warga harus memerangi PJKA karena masalah
kepemilikan. Dan kita tentu saja harus saling mendukung program-program PJKA
yang juga merupakan program pelayanan masyarakat dibidang transportasi kereta
api. Tak lagi PJKA versus Warga tetapi PJKA dan Warga yang saling mendukung
satu sama lain. Lebih indah kan... ^_^