Kamis, 07 Maret 2013

PJKA versus (dan) Warga



Kali ini aku pengen berbagi cerita tentang PJKA (Perusahaan Jawatan Kereta Api) dan warga sekitar jalan rel kereta api. Kebetulan rumahku berdekatan sekali dengan rel kereta, kira-kira sekitar 8-10 meter. Aku tinggal di rumah ini hampir seusiaku, 21 tahun. 

Beberapa waktu terakhir ini tersebar berita dari telinga ke telinga. Dikabarkan PJKA akan membangun rel lagi di kawasan ini. Jadi, relnya ada dua jalur. Sebenarnya, kabar seperti ini bukanlah kabar baru, berita semacam ini sudah terlalu sering beredar sejak lama, bahkan sejak pertama kali orang tuaku membangun rumah. Karena itu hanya akan menjadi berita angin lalu, yang hanya terdengar oleh telinga warga, kemudian tak dihiraukan. 

Kali ini, berita yang satu ini cukup membuat warga sedikit deg-degan. Karena benar saja, seluruh rumah yang berada paling dekat dengan rel kereta telah menerima surat resmi dari PJKA yang mensuratkan bahwa akan terjadi penggusuran di area rel kereta. 

Itu surat beneran resmi. Seluruh warga mulai membicarakannya berulang-ulang. Para ketua RW mulai bingung menyusun rapat warga. Tentu saja merapatkan penggusuran ini. Yang lebih ekstrim lagi, ada warga sekitar rel kereta yang melakukan aksi. Aksi menutup jalan rel ketera api dengan menjejer-jejerkan puluhan becak di tengah-tengah rel. Wahh.. nggak habis pikir, santai banget gitu mereka diatas becak sana. Benar-benar penyaluran aspirasi yang ekstrim. Bayangin aja, kalo tiba-tiba ada kereta lewat dan masinisnya nggak bisa ngerem secara tiba-tiba, apa nggak mati semua tuh orang-orang. 

Bersyukur karena orang tuaku menyadari jika ini harus terjadi maka kita sekeluarga akan pindah rumah. Karena keluarga kami menyadari bahwa ini adalah hak mereka bukan hak kami. Lega banget dengerin sikap apa yang harus diambil oleh keluarga. 

Besoknya, di kampung udah mulai ramai banget, denger-denger sih para warga akan melakukan aksi demo di depan kantor DPRD surabaya untuk menolak adanya penggusuran. Lha??? Kenapa sampai segitunya ya... 

Hmm.. kalo menurut aku sih, tidak perlu warga harus melakukan itu. Karena apa?? Mereka (para warga) harus menyadari bahwa tanah yang mereka dirikan rumah itu adalah milik PJKA. Ibaratnya, kalo kamu minjem barang ke orang lain lalu beberapa waktu kemudian si pemilik barang minta barangnya kembali, maka kamu harus mengembalikannya kan. Begitu pula dengan kasus ini. 

Evaluasi kesadaran ini tentu saja akan menjadi bijak apabila dilakukan oleh kedua belah pihak. Untuk PJKA sendiri lebih baik melakukan keputusan resmi mengenai kepemilikan tanah. Misalkan saja jika memang kebijakan tanah PJKA adalah 14 meter dari tengah rel kereta, maka segera lalukan pembersihan diseluruh jalur kereta dimanapun itu. Berikan tanda kepemilikan, dengan plang mungkin, bertuliskan tanah kepemilikan adalah milik PJKA. Karena sepengetahuanku plang-plang yang bertuliskan kepemilikan tanah itu hanya kecil, yang mudah dipindah ataupun dimusnahkan oleh warga. Sekalian, bikin aja yang gedhe, pake beton kalo perlu. Lakukan pengecekan rutin setiap satu atau dua bulan sekali biar nggak ada bangunan liar. Dengan begini, maka yang diuntungkan adalah kedua belah pihak. 

Semoga para warga pun menyadari akan hal ini, jika memang bukan hak kita, maka kita harus mengembalikannya kepada sang pemilik. Dan semoga PJKA juga semakin bijak dalam menyikapi hal seperti ini sehingga tak perlu lagi warga harus memerangi PJKA karena masalah kepemilikan. Dan kita tentu saja harus saling mendukung program-program PJKA yang juga merupakan program pelayanan masyarakat dibidang transportasi kereta api. Tak lagi PJKA versus Warga tetapi PJKA dan Warga yang saling mendukung satu sama lain. Lebih indah kan... ^_^