Menghafal Al Qur’an merupakan hal
yang tidak umum di kalangan masyarakat indonesia karena memang salah satu
kultur budaya yang membuat itu jadi hal yang tidak perlu menjadi kebiasaan.
Sungguh sayang karena memang mayoritas penduduk Indonesia memeluk agama islam.
Beberapa hari yang lalu, salah
seorang teman mengajakku untuk menghadiri sebuah acara. Saat itu aku
benar-benar tidak mengetahui acara apa yang akan aku hadiri. Dengan kondisi
sakit gigi graham yang tumbuh secara tidak menentu, aku memutuskan untuk
membatalkan kehadiran dengan mengirim
sms padanya. Dengan penuh kesedihan, temanku membalas bahwa dia sangat-sangat
ingin datang, tetapi dia tidak tahu lingkungan Surabaya. Baiklah, aku putuskan
untuk memaksakan diri hadir di acara besok.
Semoga acaranya bermanfaat dan
dihitung Allah sebagai sebuah kebaikan dalam menghadiri acara tersebut.
Sesampainya di sana, di sebuah
Hall salah satu mall di surabaya, terpampang jelas background panggung yang
bertuliskan PPPA Daarul Qur’an. Ahh.. seingatku itu adalah nama sebuah
organisasi yang identik dengan Ust. Yusuf Mansyur. Sepertinya beliau
pemimpinnya. Entahlah, aku tunggu acaranya mulai saja.
Acara utama belum mulai, ada
seorang lelaki yang mulai melakukan pembicaraan sambil menunggu pembicara
utamanya datang. Lelaki tersebut membahas tentang hebatnya bershalawat dan
seterusnya. Datanglah seorang nenek dan meminta duduk di sebelahku. Dengan
ramah ia tersenyum. Aku balas senyuman itu dengan senyuman terbaikku. Eaa...
^_^
Iseng aku mencoba melirik buletin
yang sedang beliau baca. Judul artikel
itu “Sudah Cerdaskah Kita dalam Menghafal Al Qur’an?”. Hemm.. mengagetkanku
beliau tiba-tiba bertanya, “mbak, kira-kira kita sudah cukup cerdas tidak ya
dalam menghafal Al Qur’an?”. Deg... seketika aku bingung dalam memberikan
jawaban, dan orang itu kembali berucap, “setidaknya sehari satu halaman..”
sambil mengangguk-ngangguk beliau kembali melanjutkan membaca. Lha, sebenarnya
ini tadi pertanyaan atau pernyataan yaaa?? Ahhh.. lepas dari itu semua, nenek
tadi berhasil membuatku berpikir dalam. Betapa malunya aku, di usia yang masih
muda pun tak terbersit dalam pikiran untuk menghafal Al Qur’an selembar satu
hari. Satu ayat pun jarang aku lakukan.
Ahhh.. betapa hebatnya nenek ini.
Bagiku, beliau adalah seorang tua yang berkualitas. Bertanya sendiri, akankah
hari tuaku nanti aku akan menjadi seorang nenek yang berkualitas juga? Ahhh..
sungguh aku berpikir.
Di sela acara, panitia memutarkan
kami sebuah video dari ust. Yusuf Mansyur. Dalam video tersebut ustad Yusuf
menyampaikan bahwa menghafal Al Qur’an itu sebenarnya mudah, hanya saja
orang-orang tidak ataupun jarang mau memulainya. Mencoba memulai dari diri
sendiri. Satu hari satu ayat. Ustad Yusuf memandu audience untuk membaca satu
ayat Al Qur’an. Q.S Al Baqarah ayat 1, “ Alif Laam Miim,,”. Sudah, itu satu
ayat. Hari itu kita cukup menghafal itu saja. Alif Laam Miim.. , baiklah, ini
mudah saudara.
Video itu tiba-tiba di cut
panitia karena pembicara utama telah datang. Terlihat seperti sepasang suami
istri dengan tiga orang anak yang masih kecil. Sepertinya orang arab. Kemudian
panitia memperkenalkan bahwa beliau adalah Dr. Kamil beserta istri dan tiga
orang anaknya; Tabarok 9 tahun, Yazeed 7 tahun dan Zaena 5 tahun. Mereka datang
dari Mesir. Mereka mengisahkan tentang ketiga anaknya itu yang telah menghafal
Al Qur’an di usia 4,5 tahun. Hahhh? 4,5 tahun? Saya sekarang usia 21 tahun loh
ini.. (pamer usia, haha).
Acara berlangsung secara
menakjubkan. Dr. Kamil dan istri mengisahkan tentang anak-anaknya. Bagaimana
mereka mendidik anak-anaknya sehingga menjadi hafidz dan hafidzh di usia belia.
Panitia pun mempersilahkan audience untuk mengetes ketiga anak tersebut dengan
membacakan sepetik ayat Al Qur’an secara acak kemudian akan diteruskan oleh
ketiga anak itu secara bergantian. Subhanallah.. sangat menakjubkan. Sungguh
air mata mendesak untuk jatuh melihat pemandangan yang luar biasa ini.
Sepulang dari acara, kembali aku
berpikir, mengintrospeksi diri. Sungguh jauh aku dari kebaikan, ketakwaan,
kedekatanku kepada Tuhan. Malu nggak sih dengan ketiga anak itu, malu juga sama
nenek tadi. Ahhhh... bagaimana aku ini. Aku segera memulai dari diri sendiri.
Yah. Setidaknya, satu hari satu ayat. Salah satu bagian dari bentuk upayaku memperbaiki diri agar
menjadi manusia yang lebih baik dihadapan Tuhan, agar menjadi orang yang
berkualitas nanti, yang akan bermanfaat untuk sesamaku, dan akan bermanfaat
untuk generasi penerusku. Dengan mengajarkan anak-anakku Al Qur’an agar tumbuh
hebat layaknya Tabarok, Yazeed dan Zaena.