Sabtu, 21 Desember 2013

Versi Interpretasi

Tergeraklah saya saat ini untuk menulis tentang lagu Donna Donna, OST. Gie. Mengapa?

Bermula dari menonton film Gie beberapa waktu lalu (padahal ini film ini sudah ada di tahun 2006 *if I'm not wrong. atau 2005? lupa.) Ira, yang diperankan oleh Sita RSD, menjadi salah seorang kawan dari Soe Hok Gie dalam organisasi yang dibentuk di kampus dalam rangka memerangi komunisme ini, menyanyikan lagu Donna Donna di malam pentas seni. Dengan memainkan gitar, Ira tampak menghayati dan mampu menyampaikan pesan dari lirik. 

Kebebasan. Itu yang saya cerna pertama kali saat mencermati setiap kata dalam lagu ini.Kita coba cermati dulu lirik lagunya (khususnya bagi mereka yang baru pertama kali tahu).
On a wagon bound for market
There’s a calf with a mournful eye.
High above him there’s a swallow
Winging swiftly through the sky.

How the winds are laughing
They laugh with all their might
Laugh and laugh the whole day through
And half the summer’s night.

Dona, dona, dona, dona,
Dona, dona, dona, do,
Dona, dona, dona, dona,
Dona, dona, dona, do.

“Stop complaining,” said the farmer,
“Who told you a calf to be?
Why don’t you have wings to fly with
Like the swallow so proud and free?”

How the winds are laughing …
Calves are easily bound and slaughtered
Never knowing the reason why.
But whoever treasures freedom,
Like the swallow has learned to fly.
Entah mengapa, saya merasa lagu ini sangat cocok untuk kondisi saya saat ini yang sedang membutuhkan motivasi dalam mewujudkan mimpi. Jadilah saya menyukai lagu ini.

Tidak berhenti dengan hanya sekedar suka, saya mencari tahu tentang cerita dibalik lirik lagu ini. Apakah makna Donna Donna yang tidak aku mengerti padanan katanya dalam bahasa Indonesia, dan memang sudah menjadi kebiasaan saya untuk kepo pada hal-hal yang terkesan asing.

Dan, dipertemukanlah saya dengan sebuah artikel yang menyebutkan bahwa lagu ini adalah lagu yang diciptakan pada tahun 40an oleh seorang Yahudi. Deg. *Yahudi ya?* Sebagai seorang muslim, yang telah dibekali sedikit banyak pengetahuan tentang Yahudi, timbullah rasa bersalah. Kenapa harus merasa bersalah? tentu saja, karena seperti yang diketahui, Yahudi sangatlah canggih dalam segala hal. Simbol-simbol, film, juga termasuk lirik. Pertama yang terbersit dalam pikiran saya saat mengetahui ini adalah ciptaan seorang Yahudi, maka ini bukan karya sembarangan. Pasti memiliki makna tertentu.

Benar saja, situs pertama yang saya kunjungi (http://hiburan.kompasiana.com/musik/2013/02/12/lagu-donna-donna-arti-sesungguhnya-dalam-komunitas-yahudi-533403.html) menjelaskan bahwa kata "Calf (anak sapi) mewakili tubuh manusia yang memiliki sifat hewani. Suka bersenang-senang, dst. Burung Swallow yang menggambarkan jiwa spiritual, yang menghubungkan langsung dengan Sang Pencipta, dst. Untuk lebih jelas, silahkan kunjungi situs tersebut.

Di situs lainnya disebutkan bahwa lagu ini memiliki makna metafora yang begitu luar biasa. Menceritakan peristiwa perang dunia II. Wagon (kereta) yang terikat menuju pasar merepresentasikan kendaraan militer dan calf (anak sapi) dengan mata yang bersedih merepresentasikan orang-orang Yahudi. Farmer sebagai tentara Nazi, sedangkan winds mewakili tentara-tentara Nazi yang lainnya, dst. baca selengkapnya di http://blog.bhaktiutama.com/2011/11/from-donna-donna-to-gaza-gaza/.

Baiklah. Saya semakin nggak ngerti. Kesimpulan saya, itulah bahasa. Yang mampu diinterpretasikan sesuai dengan sudut pandang pembaca. Dan, saya sebagai pembaca juga memiliki interpretasi yang berbeda dalam memaknai lagu ini.

Lagi-lagi kebebasanlah yang menjadi poin utama dalam menikmati lagu ini. Saya merasa diberi dukungan untuk bebas dalam mewujudkan impian saya. Tak perlu lagi menggerutu dan mengeluh dengan adanya jalan yang sangat terjal ini. Terbanglah bebas, tak perlu lagi terpuruk. Dengan sayapmu, terbebaslah dan berbanggalah dalam mewujudkan mimpi.

Ini hanyalah interpretasi saya dalam memaknai lagu. Ini hanyalah sudut pandang saya dalam menafsirkan bahasa. Terlepas dari kisah dibelakangnya. Sebagai seorang Muslim, saya bersama dalam barisan melawan mereka yang memerangi Islam. Saya sama sekali tidak memaknai lagu ini sebagai peperangan antar agama, tidak memaknainya sebagai rezim tentara Nazi. Saya hanya memaknainya sebagai motivasi kebebasan.

Minggu, 08 Desember 2013

99 Cahaya di Langit Eropa



Hari ini, tepat tanggal 8 desember 2013, tuntas sudah untuk membaca sebuah novel yang berjudul 99 Cahaya di Langit Eropa. Pertama kali aku mengetahui tentang novel ini saat aku tidak sengaja menonton acara entertaiment news di tv swasta dini hari. Sang pembawa acara menceritakan tentang sebuah film yang diadaptasi dari novel dengan judul yang sama ini. Aku terkejut, karena novel ini ditulis oleh anak salah satu petinggi negeri ini, Amin Rais. Satu hal yang membuatku cukup penasaran, novel ini menceritakan tentang sejarah Islam di bumi Eropa. 

Aku cukup tertarik untuk belajar sejarah semenjak salah seorang teman maya memarahiku karena aku selalu bertanya tentang apa yang tidak aku ketahui padanya. Aku benar-benar teringat perkataannya yang seketika itu juga memacuku untuk segera membeli buku Sirah Nabawiyah, buku sejarah kenabian Muhammad. Saat itu aku tidak terima dia memarahiku, “kamu itu jangan suka tanya mulu, baca. Cari tahu sendiri. Kamu harus banyak belajar sejarah. Lihat dirimu yang malas belajar. Lihat cara berpikirmu saat ini. Kamu harus belajar dari orang-orang hebat jaman dulu yang tidak mudah mengeluh, yang memperjuangkan Islam di usia muda mereka. Kamu tahu akhlak Hindun saat belum memeluk Islam? Kamu ingin akhlakmu seperti dia?” 

Walau melalui SMS tulisan itu aku baca, tapi aku merasa dimaki-maki olehnya. Aku merasa bodoh sekali. Dia akan membandingkanku dengan akhlak Hindun saat belum memeluk Islam? Dikira aku tidak pernah membaca Sirah Nabawiyah? Aku pernah membacanya walau tidak semua dan itupun aku pinjam dari seorang teman. Aku juga membaca kisah Hindun, tapi aku tidak berani membalas SMS itu, karena aku tahu, melawannya pun aku kurang pengetahuan. Aku memilih diam, dan keesokan harinya aku putuskan membeli buku Sirah Nabawiyah. Itulah awal mula mengapa aku selalu ingin belajar tentang sejarah. 

Kembali ke novel. Aku akui, novel ini memiliki rangkaian kata yang tak seindah dan tak semengalir beberapa novel favoritku dalam menggiring alur ceritanya. Terlebih novel ini ditulis dengan rata kiri, ini sangat tidak biasa bagiku. Tetapi, novel ini memiliki value yang sangat besar, membawa pesan yang sangat hebat, bahkan aku dibuat menangis saat membacanya. 

Tentang Islam. Sang penulis menceritakan segala yang dia alami di benua Eropa dengan kejujuran dan kemurnian iman. Aku pun ikut merasakan, sebagai seorang muslim aku ingin mencari tahu benarkah Islam pernah berjaya di tempat yang kini penduduk nonmuslimlah sebagai mayoritas. Islam pun membumi di Eropa dengan atau tanpa banyak orang mengetahui dan menyadarinya. 

Sangatlah tidak mudah hidup sebagai seorang muslim di lingkungan yang tak berbau Islam bahkan menolaknya. Rasa syukur ini selalu ada karena terlahir di Indonesia yang mayoritas penduduknya memeluk agama Islam. Di sisi lain, aku pun merasa miris dengan keadaan ini. Mungkin karena Islam telah menjadi mayoritas sehingga sedikit sekali ada rasa tanggung jawab untuk mempertahankan Islam dan memperkenalkan nilai-nilai Islam pada halayak, toh hampir semua yang di sekitar adalah muslim. Menjadi acuh untuk mengamalkan nilai-nilai Islam yang sesungguhnya. Bahkan yang paling mendasar, seperti halnya yang disampaikan pada novel ini, menjadi agen muslim yang baik dengan memberikan senyum terbaikmu dan berbuat jujur dalam hal apapun.  Lihat, berapa banyak umat muslim di Indonesia yang tersenyum dengan saudara sesama muslim lainnya saat bertemu di jalan. Berapa banyak para muslimah yang mempertahankan jilbabnya sebagai keteguhan iman dalam menjalankan perintahNYA atau identitasnya sebagai seorang muslimah. Semua justru sebaliknya, para muslimah berlomba membuka aurat mereka di negri mayoritas muslim ini. Miris sekali.

Maka sungguh luar biasa mereka yang membawa nama Islam di negri orang  lain. Yang tidak hanya mengemban nama baik negaranya, tetapi juga membumikan nilai-nilai Islam dari segi apapun, bahkan dari hal terkecil. 

Aku benar-benar tidak sabar untuk segera menonton filmnya. Semoga pesan yang disampaikan dalam film ini juga menyampaikan pesan dalam novel. Tidak hanya sekedar toleransi, tetapi membumikan Islam dimanapun kaki kita berpijak.