Sabtu, 16 November 2013

Berbeda Harokah, Mengapa Tidak



Untuk pertama kalinya, hari ini saya menghadiri sebuah seminar (saya lebih suka menyebutnya kajian formal) di Fakultas Kedokteran di kampus saya dengan Ust. Felix Y. Siauw sebagai pengisi materi. Saat ini, siapa yang tidak mengenal ustadz Felix. Beliau yang lebih terkenal dengan sebutan ust. Twitter (karena tweet beliau yang sangat luar biasa dengan gaya bahasa anak muda) telah banyak menarik perhatian para remaja muslim untuk hadir di setiap acaranya. 

Benar saja, saat saya menghadiri acara tersebut, banyak dari para peserta yang datang adalah para remaja muda yang terlihat gaul (dalam hal ini tidak seperti remaja muda/ anak kuliahan yang telah berjilbab lebar ataupun mencicipi nuansa SKI kampus). Dan ini yang sedikit banyak membuat saya salut, karena mampu mencakup segala kalangan dalam penyampaian da’wah. 

Jika diminta untuk mengutarakan secara jujur sebagai alasan saya untuk menghadiri acara tersebut, secara mendasar pastilah saya akan menyebutkan untuk mencari ilmu Allah, mencari ridho Allah, berkumpul bersama dengan orang-orang yang Allah ridhoi dalam menghadiri majelis ilmu serta keberadaan dalam sebuah majelis yang dinaungi oleh malaikat. Itu adalah hal yang paling utama dari tujuan setiap kehadiran. Tetapi ada satu hal yang membuat saya satu tingkat lebih bersemangat untuk menghadirinya. 

Seperti yang telah diketahui oleh sebagian orang, ust Felix adalah seorang penda’wah dari sebuah harokah atau pergerakan da’wah yang cukup besar di Indonesia. Dan saya bukanlah salah seorang jama’ah yang tergabung dengan harokah tersebut. 

Seringkali saya menemukan perbedaan harokah menjadi kesenjangan tersendiri bagi kawan-kawan yang bernaung dalam da’wah kampus. Secara jujur, itu membuat saya bersedih dan bertanya-tanya. Mengapa selalu menganggap perbedaan ini menjadi sesuatu yang sangat sensitif, menganggap setiap harokah merekalah yang paling benar. Itu yang membuat saya sangat sedih dan pernah berpikiran bahwa jika dengan adanya harokah mampu membuat perpecahan, buat apa harokah itu ada. 

Sekali lagi saya berpikir dan mulai menyadari bahwa berda’wah secara berjamaah itu penting, memiliki suatu komunitas pergerakan da’wah itu juga penting. Dengan begitu kita mampu memfasilitasi kecenderungan diri kita terhadap apa yang kita yakini kebenarannya.
Dalam hal ini (kajian ust. Felix), saya mulai menerka-nerka. Apakah konten yang akan ust. Felix sampaikan, cenderung subjektifkah?, memiliki tendensi kuat terhadap satu harokahnya sajakah? Atau bagaimana? Inilah yang menjadi alasan menarik bagi saya untuk hadir.

Dan, apa yang saya dapatkan dari kajian yang berlangsung tadi pagi? Saya bersyukur kepada Allah dan saya secara pribadi salut kepada ust. Felix dengan segala materi yang disampaikan, serta pernyataan beliau sebagai berikut.

                Pergerakan da’wah yang ada saat ini sangatlah beragam. Silahkan anda bergabung dengan mereka. Silahkan pilih yang mana saja, silahkan ikut mengaji bersama mereka, karena semua itu baik kecuali liberal. Jangan ikut pergerakan liberal. Itu saja.
                Pengibaratan mengikuti sebuah harokah adalah seperti anda ingin mencoba nasi goreng, silahkan anda mencoba nasi goreng yang mana saja, anda akan menemukan nasi goreng yang akan anda jadikan sebagai selera anda.  *kurang lebih seperti itu, semoga tidak menambahi dan mengurangi apa yang beliau sampaikan*

Dari hal tersebut diatas saya menyimpulkan bahwa tidak ada paksaan dalam mengikuti suatu harokah. Semua harokah yang ada pastilah mengajak dalam kebaikan. Hanya saja, setiap dari mereka memiliki kecenderungan masing-masing tanpa harus menganggap harokahnya-lah yang terbaik. Mengedepankan ukhuwah adalah yang terpenting, sehingga tidak ada lagi istilah perebutan jama’ah.  Sungguh, ukhuwah kita sangatlah penting dan wajib untuk disatukan. 

Selamat berjama’ah dengan harokah masing-masing dan kita satukan tali persaudaraan kita sesama muslim.