Untuk pertama kalinya, hari ini
saya menghadiri sebuah seminar (saya lebih suka menyebutnya kajian formal) di
Fakultas Kedokteran di kampus saya dengan Ust. Felix Y. Siauw sebagai pengisi
materi. Saat ini, siapa yang tidak mengenal ustadz Felix. Beliau yang lebih
terkenal dengan sebutan ust. Twitter (karena tweet beliau yang sangat luar
biasa dengan gaya bahasa anak muda) telah banyak menarik perhatian para remaja
muslim untuk hadir di setiap acaranya.
Benar saja, saat saya menghadiri
acara tersebut, banyak dari para peserta yang datang adalah para remaja muda
yang terlihat gaul (dalam hal ini tidak seperti remaja muda/ anak kuliahan yang
telah berjilbab lebar ataupun mencicipi nuansa SKI kampus). Dan ini yang
sedikit banyak membuat saya salut, karena mampu mencakup segala kalangan dalam
penyampaian da’wah.
Jika diminta untuk mengutarakan
secara jujur sebagai alasan saya untuk menghadiri acara tersebut, secara
mendasar pastilah saya akan menyebutkan untuk mencari ilmu Allah, mencari ridho
Allah, berkumpul bersama dengan orang-orang yang Allah ridhoi dalam menghadiri
majelis ilmu serta keberadaan dalam sebuah majelis yang dinaungi oleh malaikat.
Itu adalah hal yang paling utama dari tujuan setiap kehadiran. Tetapi ada satu
hal yang membuat saya satu tingkat lebih bersemangat untuk menghadirinya.
Seperti yang telah diketahui oleh
sebagian orang, ust Felix adalah seorang penda’wah dari sebuah harokah atau
pergerakan da’wah yang cukup besar di Indonesia. Dan saya bukanlah salah
seorang jama’ah yang tergabung dengan harokah tersebut.
Seringkali saya menemukan
perbedaan harokah menjadi kesenjangan tersendiri bagi kawan-kawan yang bernaung
dalam da’wah kampus. Secara jujur, itu membuat saya bersedih dan
bertanya-tanya. Mengapa selalu menganggap perbedaan ini menjadi sesuatu yang
sangat sensitif, menganggap setiap harokah merekalah yang paling benar. Itu yang
membuat saya sangat sedih dan pernah berpikiran bahwa jika dengan adanya
harokah mampu membuat perpecahan, buat apa harokah itu ada.
Sekali lagi saya berpikir dan
mulai menyadari bahwa berda’wah secara berjamaah itu penting, memiliki suatu
komunitas pergerakan da’wah itu juga penting. Dengan begitu kita mampu
memfasilitasi kecenderungan diri kita terhadap apa yang kita yakini
kebenarannya.
Dalam hal ini (kajian ust.
Felix), saya mulai menerka-nerka. Apakah konten yang akan ust. Felix sampaikan,
cenderung subjektifkah?, memiliki tendensi kuat terhadap satu harokahnya
sajakah? Atau bagaimana? Inilah yang menjadi alasan menarik bagi saya untuk
hadir.
Dan, apa yang saya dapatkan dari
kajian yang berlangsung tadi pagi? Saya bersyukur kepada Allah dan saya secara
pribadi salut kepada ust. Felix dengan segala materi yang disampaikan, serta
pernyataan beliau sebagai berikut.
Pergerakan da’wah yang ada saat ini
sangatlah beragam. Silahkan anda bergabung dengan mereka. Silahkan pilih yang
mana saja, silahkan ikut mengaji bersama mereka, karena semua itu baik kecuali
liberal. Jangan ikut pergerakan liberal. Itu saja.
Pengibaratan mengikuti
sebuah harokah adalah seperti anda ingin mencoba nasi goreng, silahkan anda
mencoba nasi goreng yang mana saja, anda akan menemukan nasi goreng yang akan
anda jadikan sebagai selera anda. *kurang lebih seperti itu, semoga tidak
menambahi dan mengurangi apa yang beliau sampaikan*
Dari hal tersebut diatas saya
menyimpulkan bahwa tidak ada paksaan dalam mengikuti suatu harokah. Semua harokah
yang ada pastilah mengajak dalam kebaikan. Hanya saja, setiap dari mereka
memiliki kecenderungan masing-masing tanpa harus menganggap harokahnya-lah yang
terbaik. Mengedepankan ukhuwah adalah yang terpenting, sehingga tidak ada lagi
istilah perebutan jama’ah. Sungguh,
ukhuwah kita sangatlah penting dan wajib untuk disatukan.
Selamat berjama’ah dengan harokah
masing-masing dan kita satukan tali persaudaraan kita sesama muslim.