Kamis, 21 November 2013

Memikul Neraka Sendiri



Jika ditanya siapakah yang paling aku sayangi setelah orang tua, aku akan menyebut kakek. Kakeklah yang paling aku sayangi di dunia ini setelah ibu dan bapak.  Di usianya yang semakin senja, renta tubuhnya, berkurang daya pendengarannya, melemah penglihatannya, tetaplah kakek satu-satunya yang paling kekar dimataku. Genggaman tangannya yang begitu kuat saat aku jabat, pertanda ia pekerja keras di usia dulu. 

Dari cerita ibu, kakek adalah seorang bapak yang luar biasa bagi anak-anaknya. Ibu selalu menunggu di statiun saat waktu pulang kerja tiba. Kakek akan melambaikan tangan kepada ibu dari gerbong kereta. Dengan membawa beraneka macam buah-buahan sebagai oleh-oleh, kakek menyambut ibu dengan gendongan manja. 

Saat aku duduk di bangku sekolah dasar, kakek dan nenek bekerja sebagai petani padi berdua. Seluruh anak-anaknya juga ikut membantu menyemai bibit dan sebagainya, termasuk aku. Sebagai cucu yang tidak tinggal bersamanya, aku sangat antusias sekali jika diajak pergi ke sawah. Tidak seperti cucu-cucu yang lainnya karena rumah mereka berdekatan dengan rumah kakek. Kakek mengizinkanku menyemai bibit padi sendiri dan akan dengan bangga menunjukkan padaku padi-padi yang mulai tumbuh sebagai hasil jerih payahku.

Tumbuh semakin dewasa, aku pun semakin mencintainya. Setiap aku mengunjungi rumahnya, kakek selalu bertanya kabar kuliahku. Lancarkah? Atau bagaimana?. Kakek juga selalu memberiku uang saku setiap aku pamit pulang. Aku selalu tidak boleh menolak semua pemberiannya. Kakek bilang, ini uang untuk tambahan bensin, atau ini uang untuk jajan di kampus. Hingga sampai hari kelulusanku tiba. Aku menyampaikan bahwa aku telah diwisuda. Kakek berucap syukur alhamdulillah dengan tulusnya. 

Kini, kakek seorang diri karena telah berpisah selamanya dari nenek. Nenek meninggal sekitar 20 hari yang lalu. Kesedihan ini adalah kesedihan yang paling mendalam yang pernah aku rasakan. Mungkin juga bagi kakek. Masih benar-benar tersimpan dalam ingatan saat jenazah nenek yang baru datang dengan diantar oleh ambulan. Kakek menangis sejadi-jadinya melihat wajah nenek yang tak bernyawa. Kesedihanku pun semakin bertambah, tidak hanya karena ditinggal nenek untuk selamanya tetapi juga karena kesendirian kakek.

Kakek pun tak sekekar dulu, sekarang ia selalu mengeluh karena sakit yang dirasa dibagian lutut. Makan tak lagi ditemani nenek, semua yang ia lakukan selalu sendiri. Walaupun semua anak dan cucunya ada bersamanya, ia selalu merasa sendiri. Mungkin ini yang namanya kehilangan. Kehilangan sebagian dari dirinya. 

Hingga terjadi sebuah percakapan antara kakek dan adik sepupuku yang bernama Putri. Ketika itu Putri meminta kakek untuk senantiasa beristigfar setiap merasakan rasa sakit, mulailah untuk sholat, memohon ampunan kepada Allah. Mengejutkan saat kakek menimpali semua permintaan Putri. 

“Biarlah kakek seperti ini saat ini. Sejak kecil kakek tidak pernah diajari sholat, mengaji, atau urusan agama yang lainnya. Sudah terlanjur. Kalian, anak dan cucu kakek, sholatlah yang rajin, doakan kakek semoga Allah mengampuni. Semoga seluruh keluarga, anak dan cucu masuk surga, biar kakek pikul neraka nanti sendiri.”

Sedih. Menangis saat diberitahu tentang apa yang kakek ucap. 

Sungguh, tidak ada amalan yang akan diterima oleh Allah setelah kita meninggal selain amal jariyah, ilmu yang bermanfaat dan doa anak yang sholeh dan sholehah. Semoga Allah mau menerima segala pintaku untuk kakek.