Kamis, 20 Juni 2013

Disergap Rindu



Teras luar rumah di lantai atas terasa begitu terang malam ini tanpa cahaya lampu. Bulan malam ini membasahinya dengan sinar indah yang membuatku berani berdiri tanpa gelap. Melihat bulan ini sendiri dengan sejuta rasa syukur. Inilah keagungan Tuhan yang mampu menghadirkan bulan yang sama di mata kita. Iya, kita mampu memandang bulan yang sama dengan mata telanjang tanpa perantara, walau kita berada ditempat yang berbeda. 

Entah mengapa dalam diam ini kembali aku merasa tidak layak diri. Kamu adalah sosok yang luar biasa bagiku. Aku merasa tak layak memiliki dengan kapasitasku yang seperti ini. Setiap gerikmu selalu berdasarkan ilmu. Itu yang dulu selalu kau sampaikan, dalam setiap hal yang kita lakukan harus berdasarkan ilmu, jika kita tidak mengetahui dasar apa yang kita lakukan, maka kita termasuk orang-orang yang bodoh.

Aku memperhatikan setiap gerikku saat ini, mengingat-ingat kembali hal-hal yang aku lakukan. Apakah aku telah mengetahui setiap dasarnya atau tidak. Sungguh aku merasa menjadi orang yang bodoh kini. Benar-benar kerdil di bumi Tuhan yang luas ini. Sungguh aku tidak pantas.

Tiba-tiba aku teringat kebersamaan dulu yang selalu mampu memperbaiki diriku dalam segala hal. Kamu berdampak besar. Sebagai manusia aku merasa lebih berguna, sebagai anak aku merasa lebih berbakti dan menyayangi, sebagai murid aku lebih rajin, sebagai mahasiswa aku lebih kritis, sebagai wanita aku lebih mandiri. 

Kini aku melakukannya sendiri tanpa motivasi. Tak ada kamu sebagai pengendali emosi. Aku mengendalikan diriku sendiri. Aku tahu, kepergianmu adalah sebuah kesengajaan untuk memberikanku sebuah pelajaran, bahwa aku mampu menjadi wanita yang luar biasa.

Hey, aku ingin memberitahumu, aku telah mencapai apa yang ingin aku raih dulu.  Tidakkah kau bangga padaku? aku mampu seperti katamu. Ini juga karenamu. Lihat aku saat ini, don’t you want to say something to me? 

Sungguh, aku disergap rindu...